Pemimpin yang Terakhir Minum: Cerminan Kepemimpinan dari Sebuah Hadis

 


Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ سَاقِيَ الْقَوْمِ آخِرُهُمْ شُرْبًا
"Sesungguhnya pemberi minum untuk orang banyak adalah yang terakhir minum."
(HR. Muslim dan Ahmad dari Qatadah R.A.)

Hadis ini muncul dari sebuah peristiwa ketika orang-orang yang ikut bersama Rasulullah SAW dalam perjalanan, merasa sangat haus, karena rasa haus yang tak tertahankan, maka Nabi bersabda "Jangan, jangan kamu bin asa! tolonglah tunjukkan padaku sumber air! Lalu Beliau meminta disediakan tepat menampung air wuduk. Beliau mulai bekerja menampung air Dari sumber air (yang kering) itu. Setelah itu Abu Qatadah memberi mereka air secara silih berganti. Orang banyak pun melihat ke tempat penampungan air wuduk itu. Mereka saling berebutan. Rasulullah SAW bersabda "Hendaklah kalian tertib mengisi tempat air masing-masing. Semua kalian pasti akan memperoleh air. Rasulullah SAW terus menampung air itu dan Abu Qatadah yang membagi-bagikannya, sehingga semuanya mendapat air kecuali aku (Abu Qatadah) dan Rasulullah SAW. Lalu Beliau menuangkan air untukku: "Minumlah! sabda Beliau. Aku menjawab Aku belum akan minum sampai engkau sendiri wahai Rasulullah SAW sudah minum!” Nabi menjelaskan "Sesungguhnya pemberi minum untuk orang banyak adalah yang terakhir minum.”

Makna Filosofis dalam Kepemimpinan

Hadis ini menyimpan pesan mendalam tentang esensi kepemimpinan. Seorang pemimpin sejati bukanlah yang lebih dahulu menikmati fasilitas, tetapi yang rela menunda kepentingannya demi memastikan kebutuhan orang yang dipimpin terpenuhi lebih dulu. Ia menjadi "yang terakhir minum", bukan karena terlupakan, melainkan karena ia sadar amanahnya lebih besar dibanding kepentingan pribadinya.

Dalam konteks modern, seorang pemimpin yang bijaksana adalah ia yang menempatkan rakyatnya sebagai prioritas utama. Ketika rakyat masih kesulitan mencari penghidupan, ia tidak pantas larut dalam kemewahan. Filosofi ini menegaskan bahwa kemuliaan seorang penguasa justru terletak pada kerelaannya berkorban dan mendahulukan kepentingan orang banyak.

Kontras dengan Kepemimpinan yang Egois

Sayangnya, tidak sedikit penguasa yang justru membalikkan prinsip ini. Mereka “minum terlebih dahulu” sebelum rakyatnya, bahkan terkadang hingga rakyat kehausan tak kebagian setetes pun. Model kepemimpinan semacam ini melahirkan ketidakadilan, kecemburuan sosial, dan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya.

Hadis Rasulullah SAW hadir sebagai koreksi moral seorang pemimpin bukanlah raja yang dilayani, melainkan pelayan bagi yang dipimpin. Ia harus sabar, menahan diri, bahkan rela menjadi yang terakhir, karena di situlah letak kehormatan dan keberkahan kepemimpinan.

Relevansi untuk Penguasa Masa Kini

Bagi penguasa, pesan hadis ini jelas kekuasaan bukan hak untuk lebih dahulu menikmati, melainkan amanah untuk memastikan semua orang mendapat bagian. Dalam bahasa sederhana, seorang pemimpin adalah “pengatur giliran” yang memastikan tidak ada yang tertinggal. Ia ibarat nahkoda kapal keselamatan seluruh penumpang menjadi prioritas sebelum ia memikirkan dirinya sendiri.

Rasulullah SAW sendiri telah memberikan teladan. Beliau tidak pernah menempatkan dirinya di atas umatnya dalam urusan fasilitas. Beliau selalu hidup sederhana, bahkan ketika memiliki kuasa penuh sebagai kepala negara dan pemimpin umat. Inilah cermin kepemimpinan yang luhur mendahulukan orang lain, rela menunda hak pribadi, dan tidak mengambil lebih dari yang semestinya.

Penutup

Hadis “pemberi minum adalah yang terakhir minum” bukan sekadar ajaran etika dalam membagi air, melainkan filosofi besar dalam kepemimpinan. Ia mengajarkan bahwa seorang pemimpin sejati adalah yang siap menahan diri demi kesejahteraan rakyatnya. Semakin ia rela menjadi yang terakhir, semakin tinggi derajatnya di sisi Allah dan di mata manusia.

Di zaman di mana banyak pemimpin lebih sibuk menjaga kursi dan memperkaya diri, hadis ini menjadi pengingat kepemimpinan sejati bukan soal siapa yang berkuasa lebih dulu, melainkan siapa yang rela menunda kepentingannya demi banyak orang.



Penulis : M. Zaenudin