![]() |
Gambar Ilustrasi |
Bekasi, 30 September 2025– Pemerintah Kota Bekasi bakal segera membebaskan lahan di Kelurahan Ciketing udik, Kecamatan Bantargebang, untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA). Proyek senilai Rp2,6 triliun ini telah ditetapkan sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan kapasitas pengolahan minimal 1.000 ton sampah per hari yang akan diubah menjadi energi listrik.
Sebagai kawasan yang sejak 1989 menjadi lokasi pembuangan sampah DKI Jakarta dan Kota Bekasi, Bantargebang telah lama menghadapi dampak pencemaran udara, air lindi, hingga masalah kesehatan masyarakat. Kehadiran PLTSA diharapkan dapat menjadi solusi modern bagi persoalan sampah sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan di sekitar kawasan.
Dukungan atas proyek ini datang dari Pimpinan Ranting GP Ansor Ciketingudik. Namun, organisasi kepemudaan tersebut memberikan catatan agar seluruh proses pembangunan dilakukan secara transparan, berbasis pada keadilan ekologis, serta memberi manfaat langsung bagi masyarakat sekitar. Ketua GP Ansor Ciketingudik, Fiqrur Rohman, menegaskan bahwa proyek PLTSA harus dijalankan dengan serius dan melibatkan serta memberdayakan warga sejak tahap awal agar masyarakat tidak kembali menjadi korban seperti pengalaman sebelumnya saat Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) beroperasi.
Fiqrur menyatakan, dukungan GP Ansor didasarkan pada kajian Lembaga Bahtsul Masail PBNU tentang Fiqih Energi Terbarukan. Dalam kajian tersebut, pemanfaatan energi baru yang ramah lingkungan termasuk mashlahah ‘âmmah atau kemaslahatan umum, dan dibolehkan sepanjang tidak menimbulkan mudarat yang lebih besar. Ia menambahkan, kepedulian terhadap lingkungan hidup merupakan bagian dari tanggung jawab keagamaan. Hal ini merujuk pada Fatwa Hijau NU hasil Bahtsul Masail Muktamar ke-29 di Cipasung tahun 1994, yang menegaskan tiga prinsip utama: larangan melakukan pencemaran, keadilan ekologis, serta amanah kekhalifahan manusia untuk menjaga bumi sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.
“Fatwa Hijau NU menegaskan perusakan lingkungan adalah haram. Prinsip ini sejalan dengan konsep hablum minal alam, yaitu hubungan harmonis manusia dengan alam, yang melengkapi hablum minallah dan hablum minannas,” kata Fiqrur. Ia menekankan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya kewajiban negara, melainkan juga bentuk ibadah bagi umat Islam.
Lebih jauh, Fiqrur mengingatkan pentingnya sistem pengawasan yang ketat terhadap dampak lingkungan, terutama terkait gas buang yang dihasilkan dari PLTSA. Menurutnya, tanpa pengawasan yang transparan dan berkeadilan ekologis, pembangunan PLTSA justru berpotensi melahirkan persoalan baru. “Wilayah Ciketingudik dan Bantargebang harus tetap layak secara ekologis untuk dijadikan tempat tinggal. Bagaimanapun, ini adalah kampung kami, warisan dan amanat dari para leluhur. Jangan sampai kita mewariskan kualitas ekologis yang buruk kepada anak cucu di masa depan,” ujarnya.
Fiqrur menambahkan, keberadaan PLTSA sebagai Proyek Strategis Nasional harus menjadi contoh bagi pengelolaan sampah modern di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya mendukung sekaligus akan mengawal agar proyek tersebut memenuhi standar teknologi internasional dan benar-benar memberikan manfaat tanpa menambah pencemaran baru. GP Ansor Ciketingudik menegaskan, PLTSA harus menjadi solusi nyata atas persoalan sampah yang selama ini membebani masyarakat, serta dapat menyerap banyak tenaga kerja lokal, bukan justru menjadi sumber masalah baru. Ke depan, kami akan lakukan kajian ilmiah yang komprehensif bersama sahabat-sahabat Ansor lainnya terkait kebijakan dan permasalahan ekologis di wilayah Ciketing Udik dan umumnya Bantar Gebang, yang hasilnya nanti akan kita sampaikan kepada masyarakat dan pemerintah.