Penolakan Pembangunan IPLT Sumur Batu, LBH GP Ansor Kota Bekasi Suarakan Aspirasi Warga

 

Spanduk penolakan pembangunan Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) terpasang di lokasi yang direncanakan menjadi tempat proyek

Bekasi, 3 Oktober 2025 – Rencana pembangunan Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) di lingkungan RT 04 RW 02, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, memicu penolakan keras dari warga sekitar. Spanduk penolakan bahkan telah terpasang di lokasi yang direncanakan menjadi tempat proyek.

Daris, S.H., pengurus LBH GP Ansor Kota Bekasi sekaligus tokoh pemuda Kelurahan Sumur Batu, menegaskan bahwa pihaknya berharap Pemerintah Kota Bekasi mendengarkan aspirasi warga dengan membatalkan rencana pembangunan IPLT. Menurutnya, proyek tersebut dinilai merugikan masyarakat dan berpotensi memperparah kerusakan lingkungan di wilayah Sumur Batu.

“Kami menilai penolakan warga terhadap pembangunan IPLT di Sumur Batu bukan tanpa dasar. Warga sudah terlalu lama menanggung beban ekologis dari keberadaan TPA Sumur Batu dan TPST Bantargebang. Jangan lagi ditambah dengan pengelolaan lumpur tinja. Ini jelas bentuk ketidakadilan ekologis,” tegas Daris.

Ia menjelaskan, LBH GP Ansor Kota Bekasi siap menjembatani aspirasi warga, sebab hak konstitusional atas lingkungan hidup yang sehat dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 5 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Pasal 9 Ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. “Tidak boleh ada proyek yang mengorbankan kesehatan dan masa depan lingkungan hidup warga,” jelasnya.

Daris menambahkan, persoalan penolakan pembangunan IPLT ini juga sudah disampaikan kepada pimpinan LBH GP Ansor Kota Bekasi dan mendapatkan perhatian serius.

Lebih lanjut, ia menyoroti kondisi lingkungan di sekitar Sumur Batu yang sudah sangat memprihatinkan, terutama dengan tercemarnya aliran Kali Asem. Jika proyek IPLT dipaksakan, dampak pencemaran berpotensi semakin parah.

Ia juga mengingatkan bahwa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 119/PUU-XXIII/2025, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara hukum.

“Jadi warga yang menolak jangan sampai ada yang diintimidasi. Penolakan warga ini murni lahir dari kesadaran lingkungan, bukan karena kepentingan  tertentu,” imbuhnya.

“Tidak ada masyarakat yang rela tempat tinggalnya dijadikan lokasi pembuangan atau pengelolaan limbah. Pemerintah seharusnya menghadirkan solusi nyata, bukan menambah beban ekologis. Janji lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan risiko kerusakan lingkungan yang diwariskan kepada anak cucu kita,” pungkas Daris.